Mintarjo mengalami nasib buruk. Selain menderita kerugian sekitar Rp5 miliar, ia juga digugat di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar oleh seseorang yang tidak dikenalnya.
"Saya sudah menjadi korban, tapi malah digugat. Saya juga tidak mengenal siapa yang menggugat," kata Mintarjo didampingi kuasa hukum Dr. Markoni, SH., MH., usai sidang di PN Denpasar, Senin (22/7).
Mintarjo menjelaskan bahwa masalah ini bermula saat ia membutuhkan dana pada tahun 2018. Ia menyerahkan empat sertifikat tanahnya di Tabanan kepada temannya, Tomi David, untuk dicarikan pinjaman di bank. Ada surat perjanjian yang menyatakan jika dalam satu bulan dana pinjaman tidak berhasil didapat, sertifikat akan dikembalikan.
"Saat pinjaman tidak berhasil, saya minta Tomi mengembalikan sertifikat saya. Namun, bukannya dikembalikan, sertifikat saya malah diberikan kepada temannya bernama Made Artajaya," jelasnya.
Tanpa sepengetahuannya, Made kemudian menggadaikan sertifikat tersebut kepada Notaris H. Hal ini baru diketahui Mintarjo pada akhir tahun 2021.
"Saat Made menggadaikan sertifikat saya kepada Notaris H, ia membuat surat kuasa dan tanda tangan palsu seolah-olah itu dari saya," tuturnya.
Mintarjo juga mengungkapkan bahwa Tomi David kemudian meninggal dunia di penjara setelah terlibat dalam kasus lain. Mintarjo, yang tinggal di Jakarta, melaporkan Tomi David, Made Artajaya, Notaris H, dan seorang pendana bernama Cok Hok Sioe ke Polda Bali pada tahun 2022.
"Made Artajaya sekarang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali," tambahnya.
Di lokasi yang sama, Dr. Markoni dari Lawfirm Markoni and Partners menjelaskan bahwa kliennya tidak pernah memberikan kuasa kepada Made. Surat kuasa tersebut disalahgunakan oleh Made, dijadikan jaminan utang dan gagal bayar sehingga aset kliennya hampir diambil oleh Cok Hok Sioe.
"Logikanya aset bernilai sekitar Rp5 miliar, sementara yang dipinjam hanya Rp500 juta dengan agunan tiga sertifikat. Ini yang ingin disita," jelasnya.
Ia menegaskan bahwa kliennya tidak pernah menggadaikan atau mengagunkan sertifikat dan tidak menerima uang. Dalam sidang pemeriksaan saksi, pihaknya menghadirkan saksi ahli yang menyatakan bahwa aset-aset Mintarjo harus dikembalikan.
"Kami berharap majelis hakim Yang Mulia sependapat dengan kami, agar klien kami tidak mengalami kerugian atas sesuatu yang tidak dia lakukan," katanya.
Saksi Ahli Dr. Zulfikar, usai sidang, menjelaskan bahwa akta yang digunakan sebagai dasar pengakuan utang cacat hukum. Hal ini terbukti dari hasil lab yang menunjukkan surat kuasa tersebut palsu, dan ada yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Kasus ini sebenarnya simpel dan bukan perkara sulit karena sejak awal tidak ada kuasa dan cacat hukum. Sehingga semua dalil penggugat terbantahkan," Dr. Markoni, SH., MH., Dosen S2 Universitas Esa Unggul.
Detail Gugatan terhadap Mintarjo di PN Denpasar:
- Pihak Penggugat Tidak Dikenal: Mintarjo tidak mengenal pihak yang menggugatnya, menambah kebingungan dan kerumitan dalam kasus ini.
- Sertifikat Tanah Disalahgunakan: Awalnya, Mintarjo menyerahkan empat sertifikat tanahnya di Tabanan kepada temannya, Tomi David, untuk dijadikan jaminan pinjaman bank. Namun, sertifikat tersebut diserahkan kepada Made Artajaya tanpa sepengetahuannya.
- Surat Kuasa Palsu: Made Artajaya menggadaikan sertifikat tanah tersebut menggunakan surat kuasa dan tanda tangan palsu yang seolah-olah berasal dari Mintarjo.
- Tomi David Meninggal di Penjara: Tomi David meninggal dunia di penjara setelah terlibat dalam kasus lain, sehingga tidak bisa memberikan kesaksian atau klarifikasi.
- Laporan ke Polda Bali: Mintarjo telah melaporkan Tomi David, Made Artajaya, Notaris H, dan seorang pendana bernama Cok Hok Sioe ke Polda Bali pada tahun 2022. Made Artajaya sekarang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali.
- Pernyataan Kuasa Hukum: Kuasa hukum Mintarjo, Dr. Markoni, menegaskan bahwa kliennya tidak pernah memberikan kuasa kepada Made dan tidak pernah menerima uang dari penggadaian tersebut.
- Saksi Ahli: Dalam persidangan, saksi ahli menyatakan bahwa surat kuasa yang digunakan adalah palsu dan akta pengakuan utang cacat hukum, membantah semua dalil penggugat.
- Kerugian Finansial: Mintarjo mengalami kerugian sekitar Rp5 miliar, sedangkan jumlah pinjaman yang diajukan hanya Rp500 juta dengan agunan tiga sertifikat tanah.
Sidang masih berlangsung, dan Mintarjo berharap majelis hakim memutuskan kasus ini dengan adil sehingga aset-asetnya bisa dikembalikan dan kerugiannya dapat diminimalisir.
Kasus yang menimpa Mintarjo ini menunjukkan betapa pentingnya kehati-hatian dalam setiap transaksi hukum, terutama yang melibatkan aset berharga seperti sertifikat tanah. Meskipun telah mengalami kerugian finansial yang signifikan dan menghadapi gugatan hukum yang rumit, Mintarjo tetap berharap agar keadilan dapat ditegakkan. Melalui pendampingan kuasa hukumnya dan dukungan dari saksi ahli, diharapkan majelis hakim dapat melihat dengan jelas fakta-fakta yang ada dan memberikan keputusan yang adil. Kasus ini juga menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk selalu memastikan keabsahan dan keamanan dokumen serta perjanjian hukum yang dibuat, agar tidak mengalami nasib serupa. Kita semua berharap agar keadilan berpihak pada yang benar dan Mintarjo dapat pulih dari kerugian yang telah dialaminya.